Melampaui yang ada

Aku tak mengerti ketika begitu banyak pilihan disekitarku, tiada satupun yang mampu aku pilih. Aku lelah berlari kesana kemari, ke kiri ke kanan, karena aku tak sanggup rela untuk menerima satu diantaranya. Aku tak sanggup meyakini pilihan mana yang tepat untukku. Pilihan itu sama, terlalu baik untukku namun aku tak begitu mengharapkannya. Bukan berarti aku memgharapkan yang buruk, karena bagiku yang kutunggu diluar pilihan itu. Yang kutunggu yang tidak mau menyapaku, yang kutunggu yang melupakanku, ia ada untukku, namun baginya aku tiada. Antara ada dan tiada.

Bukan karena yang kupilih indah, ia hanya mampu membuatku berdiri lebih tegak dan percaya segala sesuatu tiada mustahil. Ia mampu membuatku sesekali membusungkan dada walaupun sebenarnya aku bungkuk. Ia mampu membuat tawaku mulai muncul ketika aku menginginkan tangis.

Ada pula dari pilihan itu yang membuatku untuk maju, melangkah ke arah yang benar, yang membuat aku merasa dan dianggap ada. Namun walau hatiku mulai terbuka, bukankah lagi-lagi aku berpikir logika. Dan lalu aku menemukan satu hal yang sama antara pilihanku dan yang menjadi pilihan. Mereka sama dibawahku, satu memberiku jalan yang lebih baik namun aku tak memilihnya. Yang satu membiarkanku mengingatnya dan mendoakan keberadaannya.

Namun aku telah membuat perjanjian dengan sang Pencipta, ia yang untukku akan mendorongku, mengarahkanku, mendukungku apapun yang aku pilih, mengajariku untuk tepat waktu, mendoakanku dan menyemagatiku. Ia yang untukku akan berkorban untuk menuntunku untuk tetap dekat pada sang Pencipta. Bukan hanya dengan kata-kata, bukan yang hanya menanyakan keberadaanku. Bukankah kata-kata tidak berarti tanpa suatu pergerakan?

Ia yang untukku mampu membuat aku lebih menghargai sang Pencipta dan kemudian menghargai diriku sendiri sampai menghargai dirinya. Aku tahu ia dari pilihan itu, namun salahkah aku tetap mengingat dan mendoakan keberadaan pilihanku yang menganggapku tiada.

Jakarta.

Comments