Lelaki bertubuh tegap

Aku menatap kembali tatapan yang jauh tanpa basa basi. Tatapan itu seakan mencari tempatnya untuk berlabuh, yaitu diriku. Aku menatap seakan heran namun ada suatu kegelisahan yang tak sempat ku tahu itu apa. Hari itu perjumpaan terakhirku, hari terakhir menatap wajahnya, menatap lengkung tubuhnya, yang tegap, yang membuatku ingin terdiam dalam rengkuhannya.

Hari itu aku sengaja untuk merekam semua kenangan, awal perjumpaan, saat hanya mataku yang menatap punggungnya. Hari itu aku mengagumi lagi perjumpaan yang sebentar dan perpisahan yang sebentar lagi terwujud. Aku mengisi dahagaku, sampai kamu keluar dari tempatmu, menatapku, menuju ke arahku. Aku tersentak, melangkah mundur, dan membiarkan kamu mengisi dahagamu. Tapi bukan hanya itu, kamu kemudian menatapku, seakan kamu ingin mengucap sesuatu. Namun tak ada satu patah kata pun yang keluar.

Sepi. Sunyi. Hanya tatapan mata kamu dan aku yang beradu, yang seakan saling berbicara. Yang seakan saling ingin bertanya.

Tatapanmu indah, mampu masuk ke dalam lubuh hatiku, dan hari itu aku menyimpan jelas wajahmu, raut wajahmu, tegap tubuhmu, hitam rambutmu, sampai ke mata yang menyiratkan sesuatu. Entah itu apa, sayangnya aku tak tahu.

Lalu terbentuklah suatu lengkungan dari bibirmu, kamu tersenyum padaku. Semanis buah yang ranum, semanis gula yang pernah aku cicipi. Namun aku tak sanggup berkata-kata ataupun membalas senyummu. Aku terlalu terpana.

Kemudian tatapanmu berhenti, kamu terpaksa meninggalkan aku dan tempat kenangan itu. Kamu didesak waktu. Kamu mengalihkan tatapanmu, walaupun aku tetap berdiri sambil menatap punggungmu. Punggung tegapmu.

Aku menyukai cara kamu berjalan, cara kamu berlari, cara kamu menata helaian rambut hitammu, bahkan caramu menatap wajahku. Hanya saja saat itu saat terakhir aku kembali ke tempat itu. Aku ingin memberi tahu namaku dan mengetahui namaku. Bagiku itu cukup.

Jakarta, bedroom.

Comments