Ini Pujian

Selamat malam, kotaku.

Kusebut saja dia kota, kota yang menginspirasi dan sekaligus menyudutkanku. Kota yang mendesak aku untuk tidak tinggal diam, kota yang bernuansa ramai, kadang kusebut elok, kadang kucaci maki juga.

Kotaku mendesak aku untuk membuka mata lebih lebar, melihat di kanan lalu di kiri. Saat aku pulang aku menemukan alasan untuk bersimpati, ataupun tertawa karena menguping. Kotaku riuh, sama halnya dengan... Ya, itu, kamu tahu apa maksudku.

Tetapi, bukankah kotaku ini jujur? Yang di pinggir jalan, sampai di gedung bertingkatpun meneriakan kekejaman kotaku. Yang tidak sanggup bersaing, tertinggal, yang tidak menonjol akan semakin ditekan. Lalu di manakah yang tertinggal dan tidak menonjol mengapung di permukaan? Entahlah.

Bukan maksud menyudutkan kotaku, sama seperti kotaku banyak menoreh luka dan tangis. Bukan itu, sungguh. Aku hanya mau belajar menyebutkan lalu berkata apa adanya. Hanya kejujuran yang dituangkan dalam tulisan, dan yang saat ini kamu membacanya.

Coba, sini, aku ajak kamu bermain. Lihat hiruk pikuk kota kelahiranku, yang kadang mendengar namanya saja membuat aku menghela napas, maaf, sungguh, tapi aku jujur. Aku mau mengajak kamu, mengelilingi kota dengan ribuan bintang yang menjadi penghiasnya, atau supermoon yang menjadi rajanya. Atau, mungkin senja yang menjadi sahabatku setiap hari. Bukan, kamu saja yang mengajak aku. Ya, kesana.

Aku tidak menyudutkanmu, sungguh. Tulisan ini akan aku tutup dengan kalimat pujian. Kotaku memang menjadi inspirasiku, mengajariku berlari, mengejar busway, mengejar waktu, mengingat tanggal, meraih mimpi. Tetapi aku sekarang ingin santai, aku ingin duduk mendengarkan iringan lagu, menatap ke langit sebentar saja, menikmati teh panas ku, ditemani blackberry yang ramai hanya dari kamu. Aku ingin menyingkir dahulu, lalu aku menikmati saat aku berdua denganmu ditemani gelas berwarna merah.

Comments