Talang (5)
"Lang. Daripada kamu nganggur begitu, bantuin aku yuk."
"Kenapa Ta?"
"Ini Lang, ada temanku yang lagi kangen. Terus aku mau bantuin. Kamu bantuin ngucapin karangan ini dengan intonasi yang kece ya." Sita berapi-api. "Nih videoin pake SLR aku. Kamu berkata-kata ria, aku menari-nari ria."
"Ya, Lang... Mau ya mau, kamu pokoknya harus mau.. Ya ya ya?" Sita cengegesan sambil mengedip-mengedipkan kelopak matanya.
Gilang mengangguk pasrah.
"Makasih Gilang, kamu emang paling baik.."
"Satu..dua..tigaaa! Pencet Lang."
Hening, hanya suara Gilang yang memerdukan pantai sore itu, dan kamera sedang sibuknya mengambil gambar Sita yang berlarian sambil menari.
"Entah sejak kapan, aku merindukan kamu... Seperti burung kecil yang merindukan sarangnya, nyaman, damai. Itulah aku, bersamamu."
"Mungkin... Kamu tidak akan mencari aku, tidak mengirim pesan lagi, tidak peduli lagi dengan hari minggu. Ingat minggu? Ya, hari aku dan kamu pertama kalinya menegur. Kamu belajar mengeja namaku, dan aku belajar mengeja namamu. Atau rutinitas yang aku ganggu dengan bunyi dering hpmu."
"Maaf, aku tak ada maksud... Sungguh, aku hanya rindu kamu, yang membuat aku bersemangat. Ingatkah kamu? Saat kita berbagi cerita sampai aku lupa bulan sudah menyuruh aku pulang?"
"Sudahlah, bukan apa-apa. Terima kasih kamu yang dulu pernah mengeja kata kasih, bukan cinta, bukan pula sedangkal suka. Lalu bagaimana soremu hari ini? Jangan lupa mengucap syukur. Jangan lupa mengucap doa dan jangan lupa, aku, sejauh apapun... selalu mengasihimu..."
Sita menutup peragaannya dengan elok, ia terbawa suasana. Ditambah di akhirnya Gilang memberi tepuk tangan sederhana sambil tersenyum, manis.
"Ah kamu, Lang malah aku ditepuk tanganin.. Makasih banyak ya Lang! Semoga lantunan kamu, dan tarianku bisa menggugah langit menyampaikan rindunya." Sita menatap langit, lalu ia beralih menatap Gilang. Gilang balas menatap Sita, lalu tersenyum kecil.
Comments