Morning!

Ya ampun. Rasanya sudah harusnya aku singkap kain di jendela kamar tidurku. Setiap pagi bukan mentari lagi yang menawarkan sinarnya, yang ada hanyalah cahaya redup dari sebuah handphone mungil yang tidak rela jauh keberadaannya. Hari ini aku bertekad untuk membangunkan mentari. Siapa bilang mentari tidak pernah kesiangan bangun, dan ini yang lebih penting. Siapa bilang aku tidak bisa bangun lebih pagi daripada mentari.

Sudah ya. Sudah, sudah aku singkapkan kain di jendelaku lalu kuikat ujungnya dengan pita merah. Cantik. Mejaku juga tidak lupa di make over, aku hias dengan menaruh pohon natal kecil dan bunga yang kata penjualnya edelweiss, katanya. Semoga saja benar. Jadi, bunga itu berjanji menemaniku memberi semangat dan tidak pernah layu. Aku tidak akan menyerah juga.

Omong-omong soal hiasan natal, aku suka sekali menunggu natal. Natal terakhirku, menunggu seseorang yang hebat dan mengagumkan. Tapi kali ini, aku janji, aku menunggu sosok yang memelukku erat dan menggendongku jauh sebelum aku jatuh cinta padaNya.

Natal selalu aku tunggu-tunggu. Lampu yang berkelap-kelip memukau aku sampai ingin rasanya mengucapkan terima kasih sama bapak penemu lampu. Sungguh. Belum lagi, hijaunya pohon natal, mungkin suatu saat aku punya pohon cemara yang hidup, di pekarangan rumah yang setiap tahunnya akan aku dandani.

Pagi selalu membisikanku untuk mengulang kenangan, bagaimana rasanya bangun ingin memburu sarapan, rasanya berguling di atas kasur tanpa ingin menyudahkan, bagaimana rasanya mengucap sekali lagi kata pagi, yang artinya bertemu dengan kesempatan untuk merasakan bahagia. Bukankah hidup ini terlalu singkat? Maka persinggahan ini akan selalu kucoba untuk memanjatkan syukur.

Comments