Perang

"Aku bingung, kenapa ya dengan adanya pengkotak-kotakan membuat aku tidak bisa melihat secara menyeluruh?"
"Karena kamu memang tidak bisa. Apa yang bisa kamu lakukan? Pemetakan kan maksudmu?"
"Iya."
"Bukankah membuat kamu memperkecil pilihan yang ada?" 
"Tidak adil. Mengapa aku tidak boleh mencicipi dulu seluruhnya, mengapa harus menjadi masalah?"
"Tidak boleh. Berprinsiplah, teguhlah."
"Aku capek dengan aturan, pemisahan yang putih sesuai warnanya, atau hitam yang mengikuti."
"Itulah. Itu aturan hidup."
"Kamu jangan iya iya aja. Mengapa seperti itu. Tidak punya impian kah kamu tentang itu?"
"Punya, tapi biarlah, sudah seperti itu dari dulu."
"Aku mau coba yang baru."
"Percuma, coba saja. Aku tunggu kapan kamu mau menyerah."
"Tidak. Lihatlah banyak yang tidak adil, yang merasa diasingkan. Merasa sepi. Yang luas membatasi, yang sempit menyingkir. Kenapa harus seperti itu? Pemandangan yang membuat aku kesal."
"Berbuatlah sesuatu."
"Tapi aku tidak tahu sampai kapan aku sanggup, mungkin aku terseret. Sudut pandang itu bisa membunuhmu, kau tahu?"
"Ya, jagalah pandanganmu kalau begitu."
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Kalau kamu terganggu lakukan sesuatu atau kalau tidak sanggup, pura-puralah tidak melihat."

Comments