Aku, katanya kuat

Langit, belakangan ini kamu nampaknya lebih gagah, kalau siang kamu bersinar, sore pun dengan indahnya berwarna ungu kemerahan. Sayangnya kamu hanya bisa aku tatap dibalik jendela berlantai lima belas dan hanya sesekali saat aku merasa kedinginan.

Langit apa kabarmu yang kini jarang untuk aku sapa? Mungkin seminggu ini aku lalui sama dengan ribuan orang yang keluar di pagi hari dan kembali menyebut rumah saat malam tiba. Iya, disaat birunya langit tersapu lalu muncul gelap.

Apa jangan-jangan kamu pun merindukan keberadaanku yang tertawa dan menari riang di bawah mentari pagi? Kemarikan atap langitku, ingin aku bawa dalam tidurku.

Tapi, bukan itu saja kok. Aku mengerti terlalu banyak yang menafsirkan kata bahagia, katanya sederhana. Aku bukan bahagia, aku hanya senang. Aku senang karena ini dan lalu redup, karena itu lalu hilang. Lalu maukah kamu bisikan padaku kebahagiaan yang kamu eja? Kalau boleh aku pinjam sosoknya ya, aku janji aku akan menjaga dan memeluknya erat.

Comments