Terlahir sederhana

Aku teringat bunyi kereta api yang memecah angin, sampai semerbaknya menyapa rambutku. Rambutku rapuh, belum sempat tersisir rapih sampai berjatuhan ditemani dedaunan kering. Tukang sapu datang menyapunya, membakarnya dan menimbun asap di atas kepalaku.

Rupa-rupanya aku sudah diluar, dengan kepala abu-abu muncul box besar yang tangannya mencoba mencengkramku. Orang-orang mencoba menyelotipku, memaksaku bergandengan tangan dengan rasa itu. Aku berkelahi, lebih baik aku jatuh ke kantong yang tersisip bahagia, sedikit.

Kantong itu berbentuk segitiga, atapnya sama sisi seperti persegi. Setiap sisi aku berbagi kisah. Seperti tanah yang gersang namun ditumbuhi hijau, aku mau jadi hijau di atas coklat. Aku mau jadi sajak di atas kertas.

Comments