Waktu yang kutinggal dibelakang

Kali ini seorang teman mengajarkanku untuk percaya. Sebelumnya aku sudah pernah tahu, namun aku sepertinya enggan untuk percaya. Jika saja, aku dengan mudahnya menunjuk dan memilih. Sayangnya apa yang kutunjuk, kuyakini dan kuminta dalam namaNya tidak diberikan kepadaku, saat itu. Dan aku seakan kehilangan harapan, aku tidak percaya aku bisa mendapatkan yang baik, yang aku yakini itu terbaik untukku.

Aku mulai menangis, mencoba untuk menemukan beberapa jawaban yang pada ujungnya tetap tidak kutemukan, bahkan sampai sekarang. Ah, bukan soal ini yang mau aku tekanan.

Rupa-rupanya aku sudah mulai merasa aku tidak akan mendapatkan apa yang aku impi-impikan. Sepertinya itu terlalu tinggi di atas sana, sedangkan aku hanya terlalu kecil dan aku terlalu sederhana. Tidak kupakai roketku untuk membawaku ke atas. Aku malas, jujur aku malas, jika aku harus menjadi orang lain demi mendapatkan kamu.

Rupa-rupanya aku mulai mencoba untuk berpikir di dalam ruangan biru waktu itu. Mencoba menuliskan beberapa list yang tidak akan menjadi impianku. Waktu berjalan dan sakit hatinya aku, ketidak percayaanku pada 'mintalah maka padamu akan diberikan', aku mencoba mempermainkan impianku sendiri dan mempermainkan perasaanku. Aku tahu, dunia ini tidak buta, dan apakah Tuhan dapat memberikanku yang terbaik? Karena bagiku ini sudah cukup baik. Maka, cukuplah.

Tetapi, pikiran itu datang lagi. Aku meragukan lagi, apa yang selama ini telah aku jalani? Untuk apa, mau dibawa ke mana? Apa aku terlalu berlambat-lambat?

Aku tidak tahu apapun, tidak bisa menebak apa akhirnya aku menyesal atau tidak. Semoga ini menjadi permulaan untuk aku kembali percaya.

Comments