Pulang ya, Dek

Kira-kira waktu udah berlalu dua jam lebih dari waktu buka puasa. Bunyi klakson yang memekak telinga, kendaraan beradu satu sama lain, si tukang nyelip motor juga tidak mau mengalah. Rupanya jalanan pulangku riuh dengan kemacetan, hampir setiap malam.

Lampu merah, kepadatan dan suasana orang berebut untuk pulang rupanya sudah terekam dalam ingatanku. Belum lagi mata yang lelah tujuh jam perhari menatap layar laptop yang udah berusia, kadang ditemani sama lagu-lagu spotify pilihan yang sebenarnya itu-itu aja.

Maka kakiku berjalan ditemani lampu kota malam, yang hampir tidak pernah tertidur dengan nyenyaknya dan kurang suka beristirahat. Berjalan lalu mampir ke toko serba ada, yang menciptakan ruang untuk sekelompok orang bertemu dan menjalin relasi. Selamat datang, terima kasih. Sebuah kata yang diucapkan tiap kali aku masuk dan saat aku melaju keluar.

Sama halnya dengan di gang besar aku jarang berucap kata. Mereka mungkin sibuk di dalam rumah. Mungkin ada yang sedang asiknya baca koran, menonton televisi, atau sibuk menjalin hubungan di dunia maya. Sebulan ini, aku sedikit harus memutar untuk sampai di rumah. Aku melihat rumah yang dapurnya ada di luar, ada akuarium mini di samping jalan gang itu. Ada empat anak yang duduk-duduk di depan rumah sambil ketawa ceria sambil main hpnya, ada dua bapak nonton bola bersama. Ada seorang ibu-ibu yang sedang duduk di depan pintu rumahnya.

Lalu aku sapa Ibu itu sambil tersenyum kecil, "Malam Bu."
Ibu membalasku "Pulang ya, Dek."

Sederhana ya. Tapi bagiku sejuk. Nyaman. Kepenatan jalanan kota Jakarta dicampur kelelahanku untuk sebentar boleh redup, diganti dengan anggukan dan senyuman tulus.

Ini hanya sebagian ruang di sepanjang jalan aku pulang.

Jakarta,
Malam hari pulang ke rumah

Comments