My hero

Aku sangat sadar.

Menjelang aku dewasa, aku sadar sepenuhnya. Aku sangat mirip Ibu. Kesukaan kita sama, Ibu suka jalan-jalan sewaktu ia muda. Kalau ga dibolehin sama ayahnya, Ibu tetap pergi. Bandel kan? Ya, sama denganku. Aku biasanya ga ijin ayah kalau mau pergi, beli tiket dulu lalu hari minus satu hari keberangkatan baru bilang. Toh percuma bilang duluan, ayah akan segera lupa.

Mungkin aku sudah cukup dewasa. Aku belajar mengenali diriku, dengan jatuh bangun, dengan suka dukanya hidup. Tapi aku tidak cukup pintar, aku gagal berulang-ulang. Aku takut dan khawatir dengan berlebihan. Kalau banyak kerjaan yang belum rampung, aku jadi gampang stres. Kalau di rumah terus ga pergi ke mana-mana, aku ga betah. Sama dengan Ibu. Sama.

Aku sangat sadar.

Menjelang dewasa, aku tidak bisa seperti anak-anak terus. Jika sedih mengurung diri lalu pergi menangis. Aku belajar banyak hal dari kesalahan. Ada hal yang ga perlu di ungkapkan kepada orang supaya tidak melukai hubungan. Tidak semua apa yang aku pikir itu baik, tentang sebuah prinsip misalnya, tidak bisa semuanya masuk dan diterima oleh orang lain. Mereka punya prinsip hidup, kebiasaan sendiri. Tetapi, ada kalanya aku tetap harus berbicara, mengungkapkan, berpendapat, supaya orang itu tidak seenaknya. Susah? Tentu.

Menjelang dewasa, aku ingin sekali bisa mengubah pandangan Ibu tentang kehidupan. Ingin sekali, memberi tahu apa yang seharusnya Ibu terima dan apa yang tidak. Ada hal-hal yang tidak bisa di ubah, hanya bisa diterima. Bebannya terlalu berat, hidupnya selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Untukku, Ibu sebuah contoh bagaimana kerasnya hidup berumah tangga dan contoh dari perjuangan seorang perempuan mencari nafkah. Ibu sosok yang mengajarkan aku banyak hal, melarangku banyak hal untuk hal yang baik, mengubahkan aku yang cengeng untuk lebih kuat.

Semoga waktu berlalu dengan indah, supaya Ibu bisa menikmati masa-masa dengan bahagia dan sehat. Aku menyayangi Ibu.

Comments