Mengganti bahagia

Semesta, sadarkah kau berapa banyak dari kita yang belajar untuk hidup?

Berapa banyak waktu yang terbuang untuk belajar mengenali kehidupan, belajar menertawakan kesedihan, belajar menangisi sebuah kemenangan? Setiap dari kita punya makna sendiri dalam hidupnya, bagaimana kita memandang hidup dan cara kita menghadapi orang lain.

Tetapi pernahkah kita belajar untuk menghadapi diri sendiri?

Semesta,
di balik ribuan hari yang sudah diizinkan untuk kita nikmati dan kita syukuri. Ada yang kita sesali dan kita caci maki. Ada yang kita tangisi, kita berharap hidup semudah memencet tombol undo, sehingga segala yang salah, segala yang berantakan hilang lalu kembali indah seperti sedia kala.

Semesta,
tetapi hidup ini sebuah kekacauan. Kita dilahirkan dengan menangis, kita senang menonton film happy ending. Pada kenyataannya, apakah hidup akan jadi bermakna dan indah jika kita hanya mendapatkan kebahagiaan?

Semesta,
sadarkah kau setiap kita berusaha keras untuk hidup? Berlomba lomba menciptakan karya, bersaing untuk mendapatkan nama baik, berusaha jadi yang terbaik. Tetapi, apa itu artinya hidup? Apa itu yang kita inginkan di sebuah ruang hidup yang tidak kita ketahui kapan akan berakhir?

Pernahkah, semesta dan diri kita menonton kita dalam sebuah cermin? Menerima sebuah ketidak indahan, menerima cacat, menerima kesedihan, menerima kegagalan. Menerima apapun dan menikmatinya.

Semesta,
mungkin bukan kata bahagia yang kita sebenarnya cari di dalam kehidupan. Ia hanya sebuah citra yang susah untuk di singkap. Bagaimana dengan kata puas? Puas akan hidup yang kita jalani, sampai di suatu ruang kehidupan kata selesai itu bersemayam.

Comments