Persinggahan

Kita bertemu di persinggahan di suatu jalan besar di tengah kota Jakarta. Hiruk pikuk dengan segala penuhnya asap kendaraan. Aku teringat salah satu buku yang pernah aku baca, sang tokoh tidak ingin lahir, besar, menua lalu mati di kota Jakarta. Begitu saja hidupnya, katanya.

Kita bertemu di persinggahan yang walaupun langit hampir sore, masih saja sibuk dengan teriak-teriak kendaraan beroda dua. Langit tampak terang tanpa bintang. Bintang lelah beradu dengan gedung-gedung tinggi. Lebih baik ia menepi ke lautan, katanya.

Kita bertemu di persinggahan yang penuh dengan tanda tanya. Ketika kamu menoleh ke kanan kiri, kamu akan menemukan persinggahan yang lebih tenang dan tidak semerawut perjumpaan kita.

Kita bertemu di persinggahan yang selalu aku bangun dengan impian dan aku jaga dengan baik. Sekalipun runtuh, aku akan membangunnya lagi dan lagi. Seperti anak kecil yang membangun istana pasir, ketika ombak merusaknya, ia akan membangunnya lagi dan lagi.

Kita pernah bertemu di persinggahan yang penuh dengan kerumitan, menangis lirih tanpa suara, menatap tanpa arti disertai doa kecil yang tidak didengar telinga.

Aku tidak akan pernah takut untuk pergi dari persinggahan jalan besar di tengah kota. Waktu akan mengajariku lupa dan masa depan akan tekun menanti seperti tanah kering merindukan hujan.

Comments