Gunung

Kepada aku.

Aku menulis supaya aku ingat. Supaya lupa tidak menggegoroti ingatan.

Aku menulis supaya aku bersemangat. Kalau untuk mencapai puncak aku harus memulai dari kaki gunung, yang kadang punya tujuh lembah bukit yang naik turun seperti di Rinjani. Tidak mungkin aku berada di sana, tanpa aku mendaki satu demi satu.

Ya, aku tahu, rasanya tidak bergerak, kadang rasanya aku tidak tahu aku ada di mana, sudah seberapa jauh aku di atas. Kadang langkahmu naik satu kali lalu turun dua kali. Rasa lelah, rasa sakit, rasa sendirian, rasa malas berkomplotan menguasai pikiranku untuk menyerah. Tetapi, kala itu aku tidak. Itu pengalaman naik gunung.

Walaupun hidup itu mirip naik gunung, tetapi mendaki hidup rasanya tujuh kali lebih sulit dari naik gunung. Oke kalau mau hidup asal-asalan, aku bisa saja jadi kaum rebahan (eh ga yakin deh), aku bisa saja hanya jadi pegawai kantoran biasa yang setelah jam 5 tidak mau melakukan hal lain (walaupun apa yang aku lakukan setelah jam 5 rasanya seperti angin, cepat dan tidak membawa hasil). Tetapi masa hidup yang cuma satu kali disia-siakan untuk bersenang-senang saja? Balik lagi ke prinsipku, aku mau hidup seimbang. Kerja keras, main banyak, sehat, bahagia. Ya mimpi semua orang ya?

Eh tapi sebelum tahu apa aja yang perlu disiapkan saat naik gunung. Kebayang ga kalau gunung hidup itu ada banyak. Kayak gunung-gunung di Indonesia aja misalnya, ada puluhan gunung kan. Jadi pertama, tentukan dulu gunung mana yang mau didaki sampai ke puncaknya, alias, tentukan tujuan hidupmu.

Tentukan tujuan hidup, yang bukan sebatas menikah, punya anak, punya keluarga bahagia, punya rumah. Karena lantas setelah semuanya tercapai, lalu apa lagi?

Sudah lewat quarter life crysis, dan aku masih berpikir ulang apa tujuan hidupku. Mungkin ada yang sudah yakin? Kasih tahu dong aku apa tujuan hidup kamu.

Comments