Pikiran pagi

Aku menemukan sepucuk impian di sudut kelopak mataku. Bersinar lalu cepat hilang, dan tiba-tiba muncul dengan sendirinya. Aku tidak pernah memamerkan impian itu. Aku lekatkan riasan yang tebal, supaya jangan orang melihat lalu bertanya apa impianku.

Biar saja mereka melihat aku, sudah tidak mengoleksi impian. Aku lebih berteman dengan realita, iming-iming, janji palsu, kebohongan, kecemasan dan hal-hal yang jelek. Yang setiap paginya aku pinta supaya jaga jarak dariku. Setidaknya tidak ada pikiran yang membuatku lesu sepanjang hari. Tidak apa karena saat malam tiba, aku bisa memikirkannya sampai mataku lelah dan tertidur. Tetapi aku lebih suka pura-pura tidak memikirkannya, buat apa tidak akan jadi lebih baik kalau hanya dipikirkan.

Aku tidak tahu, apa orang lain merasakan yang sama denganku. Atau mereka pura-pura lebih baik. Kuharap mereka lebih baik dariku. Daripada aku yang hanya bisa jujur di balik kata-kata pada sebuah blog berusia tua.

Mungkin aku kurang dekat dengan Sang Pencipta, sehingga aku kurang tahu maksud Ia menciptakan aku. Mungkin aku terlalu punya banyak ambisi dan keinginan, tetapi tidak bisa terwujud sehingga aku merasa tidak bisa. Mungkin aku terlalu banyak pikiran, tetapi kurang tindakan. Mungkin aku terlalu polos, sehingga aku mudah dibohongi dan luka itu mengaga setiap aku gelisah.

Mungkin aku kurang berdoa supaya aku tenang.

Comments