In the end

Berasa gak sih punya pilihan dalam hidup itu bikin pusing? Selama matamu tertutup mungkin jalan yang kamu lihat itu-itu aja, tetapi saat terbuka, kamu tahu banyak jalan lain yang bisa kamu pilih.

Menuju kepala 3 yang kata orang itu hanya angka, buat aku jadi bahan merefleksikan diri lagi, apakah aku sudah seperti orang umur 30 tahun?

Mungkin satu demi satu perkara dalam hidup ini mengajarkan aku untuk mulai meninggalkan idealisme ku untuk berubah. Contohnya:

- Dulu aku merasa kasian banget sama anak kucing yang baru lahir ketemu dijalan raya. Repot tanya-tanya orang harus gimana. Sepertinya sudah gak bertahan, lalu aku balik lagi ke jalan itu untuk menguburnya.

Sekarang aku lihat kucing sakit pinggir jalan, yaudah ya. Mau apa?

- Dulu aku mau mau aja dikasih burung karena yang pemiliknya udah gak sanggup rawat. In the end, ini pula posisiku sekarang. Merawat hewan itu perlu banget namanya waktu, energi, materi dan itu semua butuh komitmen jangka panjang.

Inget pula kalo dulu ada burung ke pekarangan, aku seneng nangkep buat dipelihara.

Sekarang? Yaudah main aja gak bakal di tangkep kok. Dan gak mau terima dikasih hewan lagi. Seneng rawatnya, tapi repot kalo mau pergi sekeluarga, belum lagi perasaan sedih kalau pet kita mati. Jujur gak kuat.

Kadang mengabaikan sesuatu demi hal kedepan yang lebih baik itu lebih bijak.

Anyway aku cerita ini karena aku sungguh sangat kelelahkan mengurus 7 ekor burung dan 6 ekor kucing sendirian. Mengurus rumah, bersihin kotoran hewan, bersihin kandang, masak cuci piring. Menyita tenaga dan pikiran.

Maka satu per satu masalah yang belum selesai datang tanpa gak aku selesaikan. Memang benar unfinish business adalah hal yang paling melelahkan.

Pada pilihan yang ditawarkan, pilihlah sesuai kapasitas dan tahu batasan diri. Jangan kayak aku yang sering banget bilang, I think these burdens are too heavy and I couldn’t handle. 

Comments