Kuat (2)

Tawa menyamarkan semua resah yang terlihat jelas pada raut wajahmu. Rambut yang mulai putih, kerut di sekitar mata dan lemah tubuhmu membuat aku sadar malam kita sudah terlalu larut untuk berandai-andai.

Kita memikirkan banyak kemungkinan yang gemar mengintip di depan pintu, seperti pencuri yang datangnya mengendap-endap. Setiap aku bertanya, jawabmu kemungkinan yang membuatmu tetap hidup. 

Senyum jelas-jelas menyamarkan semua ragu dan takut, entah apa itu jelas terekam olehmu. Rambut yang mulai panjang tidak terurus, isi kepala yang mulai seperti benang kusut, dan bekal impian yang mulai aku tinggalkan satu-satu di tempat umum.

Kita memikirkan masa depan yang warnanya abu-abu, sedang aku gemar mencampur semua warna dari banyak tempat yang aku singgah. Aku senang menabur warna pada warna kanvas hidupku yang kelabu, yang diam-diam sering aku timpa lagi dengan cat abu. Tentunya di kala kamu sudah tidur dan aku masih terjaga.

Tawa dan senyum seperti topeng untuk kita menjalani hari-hari. Tidak tahu di perhentian mana kita akan membawa semua barang; lampu antik, buku harum lemari, baju terusan berenda dan kumpulan surat-suratmu.

Katamu harapan itu rasanya seperti tawa dan senyum yang harusnya selalu didekap erat, bagaimanapun harimu. Aku menggangguk dengan penuh keyakinan. Tetapi saat malam tiba, di mana kamu sedang bermimpi, aku menggantinya dengan bulir air mata. Rintik-rintik halus menemani hujan di malam hari.

Comments