Natal

Di bulan Desember, matahari sudah dikalahkan awan hujan. Kemarin baru saja mereka bergulat sambil bersuara siapa yang lebih perkasa. Nyatanya matahari kalah tenaga. Hujan memang menakutkan, tiba-tiba mereka datang berbarengan. 

Walaupun sudah memakai mantel, dingin tetap memaksa masuk sampai ke tulang-tulangku. Jemariku sudah jangan ditanya dinginnya.

Bulan Desember, bulanku merenung. Bulan menunggu, bulan berharap. Siapa yang tahu tahun depan? Aku harusnya bergembira, aku harusnya bersemangat. Tetapi, aku lihat banyak tanda tanya besar.

Ah bodo amat. Sebentar lagi Natal, dan aku rindu duduk bersama ayah ibu dan kedua kakakku. Aku janji aku akan menikmati detik-detik rindu yang kian menghilang, lampu natal yang membawaku pulang, nadi bising jalanan yang melemah, dan sayup suara-suara doa yang melantun.

Di bulan Desember, aku menemukan irama yang menuntunku pergi dalam ketidaktahuan. Siapa yang tahu di bulan Desember lainnya, aku menemukan irama menuntunku pulang.

Kita hanya sepasang kaki, yang rajin melangkah tanpa kadang tahu arah dan tujuannya.

Comments